
Meneguhkan Kolaborasi Cabang dan Ranting: Catatan dari Sarasehan Perkaderan Muhammadiyah Kotagede
Kotagede – Ahad 3 Agustus 2025, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kotagede menyelenggarakan agenda bertajuk “Sarasehan Perkaderan Antar Ranting se-Cabang Muhammadiyah Kotagede”. Acara yang digelar sejak pukul 08.30 hingga menjelang tengah hari ini merupakan inisiatif bersama Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah (PCPM) dan Pimpinan Cabang Nasyiatul ‘Aisyiyah (PCNA) Kotagede, dengan dukungan penuh dari Majelis Pemberdayaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI) PCM Kotagede.
Dalam sambutannya, Dr. Choirul Fajri, S.I.Kom., M.A., mewakili PCM Kotagede, menekankan pentingnya membangun pemahaman lintas generasi dalam proses kaderisasi. “Proses perkaderan adalah proses interaksi lintas generasi. Bapak/ibu pimpinan ranting mungkin berbeda generasi dengan anak-anak muda yang ada di rantingnya. Perbedaan generasi ini kadang menimbulkan fenomena gap generation, sehingga perlu pemahaman antar generasi agar interaksi yang terjadi bisa memberikan dampak positif,” ujarnya. Ia juga memberikan apresiasi terhadap inisiatif Pemuda Muhammadiyah dan Nasyiatul ‘Aisyiyah yang telah menginisiasi terlaksananya agenda sarasehan ini.
Ketua MPKSDI PCM Kotagede, Fajar Basuki Rahmat, dalam laporannya menekankan bahwa kegiatan sarasehan ini memiliki nilai spiritual yang penting dalam konteks perjuangan Persyarikatan. Ia menyampaikan bahwa setiap keterlibatan dalam aktivitas organisasi, termasuk dalam forum seperti sarasehan ini, merupakan bagian dari ikhtiar dakwah dan bentuk nyata dari jihad di jalan Allah. Pemaknaan ini merujuk pada QS At-Taubah ayat 42, yang mengingatkan bahwa segala bentuk perjuangan dalam kebaikan, sekecil apa pun, tetap memiliki nilai di sisi Allah. Dengan pemahaman tersebut, kaderisasi tidak dipandang semata sebagai agenda struktural atau administratif, melainkan juga sebagai wujud tanggung jawab ideologis dan pengabdian spiritual dalam membangun kekuatan gerakan Muhammadiyah.
Sesi utama sarasehan menghadirkan Ustadz Andi Putra Wijaya, Ketua MPKSDI PWM DIY, yang membawa peserta menyelami kembali ruh perkaderan dalam Muhammadiyah. Dalam pemaparannya, Andi menggarisbawahi pentingnya membangun ekosistem kaderisasi yang bukan hanya kuat secara administratif, tetapi juga menyentuh nilai-nilai dakwah. “Bermuhammdiyah artinya Menjalankan gerakan dakwah Islam. Jika kita tidak bergerak, maka ya tidak bisa disebut Gerakan. Tidak cukup difahami & dipedomani, tapi juga harus digerakkan.,” tegasnya. Ia juga menyebut bahwa Kotagede, bersama Kauman dan Karangkajen, merupakan tiga pilar penting berdirinya Muhammadiyah, sehingga memiliki tanggung jawab historis dan moral untuk menjaga kualitas kaderisasi. Selain itu, Andy juga menyoroti pentingnya keterlibatan keluarga dalam proses perkaderan. Di dalam keluargalah kader pertama kali belajar tentang tanggung jawab, kedisiplinan, kepedulian sosial, serta nilai-nilai keislaman yang membentuk watak ideologis. Oleh karena itu, keluarga perlu dilibatkan sebagai bagian dari strategi kaderisasi jangka panjang. Dukungan orang tua, keteladanan dalam kehidupan sehari-hari, dan suasana rumah tangga yang kondusif terhadap pembentukan karakter menjadi fondasi penting sebelum kader bersentuhan langsung dengan struktur formal organisasi.
Setelah sesi sarasehan, Rahman Widiatmoko, Ketua Bidang Organisasi PCPM Kotagede, menyampaikan paparan tentang perkembangan ortom di Tingkat Cabang Kotagede. Ia membagikan refleksi dan data terkait kondisi demografis kader ortom di Tingkat cabang serta tantangan pemerataan kader ortom di Tingkat ranting. Presentasi ini membuka ruang kesadaran kolektif bahwa keberhasilan kaderisasi dapat terlaksana dengan baik melalui proses kolaborasi aktif semua pihak termasuk keterlibatan di Tingkat ranting. “Masa depan itu tidak ditunggu, tapi disiapkan bersama” pungkasnya.
Dalam sesi yang sama, Ketua Departemen Organisasi PCNA Kotagede, Sari, turut menyampaikan refleksi terkait alur kaderisasi di tingkat cabang. Ia menjelaskan pentingnya pemetaan alur perkaderan yang jelas dan terhubung antara struktur cabang dan ranting, agar proses pembinaan berjalan lebih sistematis dan berkesinambungan. Salah satu tantangan yang disorot adalah masih adanya wilayah di Kotagede yang aktif di tingkat cabang, namun belum memiliki struktur ortom di tingkat ranting secara fungsional. Kondisi ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi ortom untuk bersama-sama memperkuat basis kaderisasi di Tingkat ranting. Sebagai solusi, ia mendorong terwujudnya sinergi antara ortom cabang dan pimpinan ranting Muhammadiyah maupun ‘Aisyiyah, agar proses kaderisasi dapat dilakukan secara kolaboratif melalui pendampingan, fasilitasi kegiatan, dan penguatan komunikasi lintas struktur.
Sesi berikutnya diisi oleh perwakilan dari PRM Alun-Alun Utara yang membagikan pengalaman praktik baik dalam pengelolaan kaderisasi di tingkat ranting. Mereka menjelaskan bagaimana ranting dapat dikelola sebagai ruang yang inklusif dan ramah bagi kader muda, tanpa mengabaikan kekuatan nilai-nilai ideologis Muhammadiyah. Pendekatan yang mereka terapkan mengintegrasikan aspek ideologis, sosial, dan kekeluargaan secara seimbang. Ranting tidak hanya menjadi tempat pelaksanaan program organisasi, tetapi juga menjadi ekosistem belajar yang mendorong partisipasi aktif, pembinaan yang berkelanjutan, serta relasi yang hangat antaranggota. Pendekatan ini memungkinkan kader dengan latar belakang dan tingkat pengalaman yang beragam untuk merasa diterima, dihargai, dan didorong untuk berkembang secara bertahap. Pengalaman tersebut menjadi contoh konkret bagaimana ranting dapat memainkan peran strategis dalam memastikan kesinambungan kaderisasi yang bersifat mendidik, membina, dan memandirikan.
Sebagai bagian penutup dari rangkaian kegiatan, para peserta terlibat aktif dalam sesi Focus Group Discussion (FGD) yang dibagi berdasarkan ranting asal masing-masing. Forum ini dirancang sebagai ruang partisipatif bagi setiap ranting untuk melakukan identifikasi terhadap potensi, tantangan, serta merumuskan strategi konkret dalam penguatan kaderisasi di tingkat lokal. Diskusi berlangsung dinamis, mencerminkan beragam pengalaman dan pendekatan yang telah dijalankan oleh masing-masing ranting. Hasil FGD diharapkan menjadi bahan rujukan awal dalam menyusun arah strategi perkaderan yang lebih relevan dengan kebutuhan masing-masing ranting dan tetap sejalan dengan prinsip-prinsip Persyarikatan.
Kegiatan sarasehan merupakan penegasan bersama mengenai pentingnya menguatkan orientasi perkaderan di lingkungan Muhammadiyah, khususnya di tingkat ranting. Para peserta menyadari bahwa kaderisasi tidak cukup dipahami sebagai rutinitas organisasi atau kewajiban administratif belaka, tetapi harus menjadi gerakan yang hidup—mampu menjawab kebutuhan zaman, berakar pada nilai-nilai ideologis, dan memberi dampak nyata bagi lingkungan sosial. Sarasehan ini menjadi ruang awal untuk membangun kesadaran kolektif, memperkuat jejaring antar-ranting, serta menumbuhkan semangat kolaboratif dalam merancang strategi kaderisasi yang lebih kontekstual dan berkelanjutan. Meskipun masih dalam skala lokal, langkah ini menjadi bagian penting dari perjalanan panjang dakwah Persyarikatan, yang memerlukan komitmen, konsistensi, dan keterlibatan lintas generasi di setiap level gerakan.