Tur Titik Putih: Mengulik Sejarah Sepak Bola Lewat Literasi dan Seni
KOTAGEDE – Program Tur Titik Putih kembali hadir digelar oleh Bawahskor mewarnai gelaran turnamen sepak bola Kotagede Cup 2024 lewat wisata jalan kaki ke sejumlah titik bersejarah.
Kali ini, kegiatan yang telah diadakan untuk ketiga kalinya di kawasan Kotagede diikuti kurang lebih 20 peserta menyusuri area sekitar Lapangan Karang, pada Ahad sore (29/12/2024).
Dipandu pendiri Bawahskor, Dimas Maulana (36), rombongan mengawali perjalanan dari Lapangan Karang menuju Sweda, sebuah sentra kerajinan perak yang memiliki sejarah pembuatan Piala Presiden pertama.
Surya, salah satu pendiri Sweda, menjelaskan proses pembuatan piala bersejarah tersebut kepada para peserta. Surya bercerita, selain pembuatan Piala Presiden, Sweda juga membuat Piala Liga 1.
Perjalanan dilanjutkan menuju Makam Ngancar yang tidak jauh dari Sweda. Di kompleks pemakaman keluarga bin Kartoirono (BKN), seorang tokoh di Kauman, Yogyakarta.
Di sinilah, bersemayam makam Abdul Hamid. Tokoh yang memiliki peran penting dalam dunia sepak bola Tanah Air. Dimas menjelaskan, bahwa Abdul Hamid pernah menjadi salah satu kader santri K.H. Ahmad Dahlan.
Selain Abdul Hamid, juga terdapat makam anaknya, Dasron Hamid. Jejak rekam dalam sepak bola tidak berbeda dengan sang ayah. Di mana, Dasron tercatat sebagai ketua umum PSIM pada tahun 1981-1996.
Usai mengunjungi makam, rombongan kembali ke Lapangan Karang. Dalam kesempatan yang sama, turut hadir Bawahskor Lab berupa layanan cetak instan yang memungkinkan pengunjung mencetak desain pada jersey atau pakaian.
“Bawahskor Lab menghadirkan desain-desain yang merespon narasi perjuangan Palestina. Program ini juga mencakup workshop modifikasi jersey menjadi bucket hat dalam format Open Studio,” terang Dimas.
Melalui agenda ini, Dimas mengaku ingin terus mengembangkan aktivitas suporter sepakbola ke ranah yang lebih luas, termasuk dalam ranah seni dan budaya.
“Bawah Skor adalah kolektif yang fokus pada literasi dan pengarsipan. Kami banyak melakukan kegiatan diskusi dan aktivasi seperti Tur Titik Putih,” pungkasnya.
Dimas menambahkan, Tur Titik Putih sendiri dipilih karena filosofinya sebagai sebuah permulaan, merujuk pada ‘Titik Putih’ di lapangan yang menandai dimulainya pertandingan sepak bola. (guf)