
Energi Bersih dari Desa: Swadaya Warga Kedungrong Mengelola PLTMH
Penulis: Kevin Tegar Maulana Sandrian (Sahabat Lingkungan “Shalink”)
Di tengah keterbatasan yang dihadapi, warga Dusun Kedungrong, Desa Purwoharjo, Kapanewon Samigaluh, Kulon Progo, akhirnya bisa memenuhi kebutuhan listrik. Warga memanfaatkan aliran air di sekitar desa untuk menghasilkan listrik ramah lingkungan berbiaya murah melalui Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH).
PLTMH merupakan pembangkit listrik skala kecil yang mengubah energi aliran air menjadi energi listrik. Berbeda dari PLTA yang memerlukan bendungan besar, PLTMH memanfaatkan aliran air alami seperti sungai, irigasi, atau air terjun dengan debit kecil.
Sistem PLTMH bekerja dengan mengalirkan air deras melalui pipa pesat menuju turbin, sehingga memutar generator dan menghasilkan listrik. Di Dusun Kedungrong, saluran irigasi pertanian dimodifikasi. Selain mengairi lahan pertanian, juga menjadi sumber energi bersih dan berkelanjutan.
Pembangunan PLTMH ini dilakukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO), menghabiskan dana sebesar Rp 427 juta pada tahun 2012, menghasilkan daya hingga 20 kW. Dana tersebut dialokasikan hanya untuk membangun pembangkit listrik.
Hingga saat ini, PLTMH Kedungrong beroperasi baik. Hanya saja belum memiliki baterai penyimpan daya maupun alat penstabil tegangan. Energi yang tidak terpakai dialihkan ke alat pembuang (dump load) yang dikendalikan Electronic Load Controller (ELC) agar sistem tetap seimbang.
Swadaya Warga untuk Energi Lebih Bersih
Pengelolaan PLTMH dilakukan secara kolektif lewat Komunitas Mandiri Energi dan warga Kedungrong. Salah satu penggeraknya, Rejo Handoyo, rutin melakukan perawatan harian dan pembersihan saluran air.
Sedangkan warga lainnya turut membantu, terutama di akhir pekan saat waktu luang untuk kerja bakti. Melalui gotong royong, sekitar 55 kepala keluarga di Kedungrong sudah menikmati aliran listrik dari PLTMH.
Listrik hasil PLTMH dimanfaatkan untuk kebutuhan elektronik rumah tangga hingga usaha kecil seperti bengkel, penjahit dan penjual jus. Setiap rumah memasang instalasi listrik sesuai kemampuan masing-masing.
Bagi warga yang mampu, mereka menambahkan sekering dan stabilisator guna menjaga tegangan tetap stabil. Sedangkan yang lain, memasang jaringan sederhana agar tetap bisa menikmati listrik tanpa khawatir korsleting.
Warga hanya membayar Rp12.000 setiap 35 hari, atau Rp120.000 per tahun. Iuran dikumpulkan saat arisan atau pertemuan RT. Kemudian akan digunakan untuk perawatan dan pembelian alat jika ada komponen rusak. Tarif ini sempat naik dari Rp5.000 menjadi Rp12.000 karena harga perlengkapan meningkat, namun tetap disepakati warga tanpa keberatan.
Seperti yang dirasakan salah satu warga Kedungrong, Kistiyah. Ia bisa menghemat pengeluaran listrik PLN dari Rp140.000 menjadi Rp100.000 per bulan. Listrik PLTMH dirumahnya dimanfaatkan untuk usaha menjahit dan membantu anaknya membuka usaha minuman jus.
Warga juga mengombinasikan penggunaan listrik dari PLTMH dan PLN secara bergantian. Jika aliran listrik di rumah belum stabil atau belum dipasangi stabilisator sebagai penyeimbang arus, mereka menyiasatinya dengan menggunakan listrik PLTMH selama 24 jam, lalu berganti ke listrik PLN pada 24 jam berikutnya.
Langkah ini dilakukan karena ketiadaan stabilisator membuat tegangan listrik dari PLTMH masih fluktuatif. Dengan sistem bergantian tersebut, warga dapat menjaga keawetan perangkat elektronik di rumah sekaligus tetap berhemat energi.
Energi Dikelola dengan Kearifan Lokal
Masalah utama PLTMH adalah sampah yang menumpuk di saluran air. Jika dibiarkan, aliran bisa tersumbat dan menimbulkan korsleting. Karena itu, warga secara bergantian rutin membersihkan instalasi, terutama sore hari dan akhir pekan. Perawatan ringan dilakukan dengan membersihkan sampah dan lumpur, sedangkan perawatan berat dilakukan bersama-sama tiap beberapa minggu sekali.
Selain menjaga operasional pembangkit, Komunitas Mandiri Energi juga kerap menerima kunjungan dari pihak luar yang ingin belajar tentang sistem PLTMH. Organisasi kultural ini tidak mematok tarif kunjungan, namun pengunjung biasanya memberi kenang-kenangan sebagai bentuk terima kasih.
PLTMH Kedungrong menjadi solusi nyata atas tantangan energi berkelanjutan di era saat ini. Pengelolaan berbasis swadaya dan gotong royong warga Kedungrong, membuktikan keberhasilan dalam membangun sistem energi mandiri dan berakar pada kearifan lokal.
Praktik solidaritas energi juga mencerminkan, bahwa energi tidak harus menjadi komoditas, melainkan dapat dikelola untuk kesejahteraan bersama. Warga yang membutuhkan listrik lebih banyak dapat mengaksesnya tanpa dikenakan beban tambahan. Inisiatif tersebut membuktikan bahwa transisi menuju energi bersih dapat berlangsung adil dan berkeadilan sosial apabila dikelola secara kolektif oleh komunitas.
