Komik dan Kotagede

Bagikan

Bandung Mawardi

- Advertisement -

Pada suatu masa, orang-orang ribut komik. Sekian orang mengecap komik itu buruk. Yang mendasari cap adalah dampak moral dan kekerasan. Di pihak berbeda, komik dianggap memberi bujukan manjur agar anak dan remaja suka membaca. Argumentasi sederhana: komik itu menghibur dan murah. Komik terbukti cepat menyebar, digemari ribuan orang sampai menimbulkan ketagihan.
Di Indonesia, peredaran komik asing cepat mendapatkan pembaca. orang-orang menyukai komik dari pelbagai negara, yang terkenal dengan industri hiburan dan perbukuan. Para pembuat komik di Indonesia terus memberi bukti-bukti meski di pasar tetap sulit bersaing dengan komik-komik asing.
Kemunculan industri komik agak bermasalah dalam penyebutan yang berkaitan pendidikan, dakwah, sejarah, politik, dan lain-lain. Beberapa penerbit di Indonesia mulai membuat sebutan yang dapat membuat pemakluman bagi yang memikirkan bacaan. Mereka menyebut komik dan cerita bergambar (cergam).
Di Mutiara, 12-25 November 1980, tersaji tulisan panjang berjudul “Cergam Termasukkah dalam Seni Sastra?” Kita mengingat masa ramai komik atau cergam di Indonesia, yang memunculkan tempat-tempat persewaan buku, pameran, dan diskusi. Perdebatan tetap muncul dalam beragam kepentingan.
Penjelasan yang terbaca: “Cergam (cerita bergambar) atau komik bukanlah merupakan gambar ilustrasi, sebab ilustrasi fungsinya melengkapi suatu cerita. Bisa saja disebut kelanjutan dari ilustrasi, tetapi cergam lebih hidup, berdiri sendiri sebagai cerita dalam bentuk gambar, seperti lakon wayang atau relief pada canadi-candi.”
Penjelasan itu tak mudah diterima oleh pihak-pihak yang suka mencemooh dan pemilik toko buku. Pramono memberi hasil pengamatan: “Ironisnya, toko-toko buku yang mencari amannya untuk menghindari suara-suara negatif, malah memajang cergam dari luar, termasuk yang sudah dibahasaindonesiakan.” Nasib cergam atau komik buatan orang Indonesia masih dihajar kritik dan peremehan mutu.
Pada masa berbeda, kita disuguhi komik-komik dalam suasana hidup abad XXI. Perdebatan tak lagi sesengit seperti masa yang lalu. Pada 2010, terbit buku berjudul Kotagede dalam Komik: Studio Diskom DKV FSR ISI Yogyakarta. Panitian pembuatan buku menerangkan: “Kotagede, sejauh yang kami temui, jarang dikemas dalam media komik. Harapnnya, komik Kotagede kali ini bernilai tambah bahwa ia dapat dibaca oleh anak-anak ataupun siapa saja yang ingin tahu keragaman hal tentang budaya Kotagede seperti mistik, kuliner, perak (perhiasan), heritage, hingga dilema psikologis remaja di Kotagede.” Buku itu tampil untuk “mendidik” dan “menghibur”. Komik mengandung pengenalan dan nasihat.
Terra Bajraghosa memberi ingatan dan tafsiran atas kaitan sejarah perkomikan dan maksud kemunculan Kotagede dalam Komik. Ikhtiar yang tak mudah, yang masih memerlukan kelanjutan: “Gerakan produksi komik secara independen pada medio 1990-an di Yogyakarta, Jakarta, Bandung, dan menyusul kota-kota lainnya, ternyata tidak sia-sia dan masih menyisakan jejak yang cukup berarti.” Yogyakarta, alamat dalam sejarah dan perkembangan komik, yang memiliki pasang-surut.
Ingatan itu memberi bobit faedah dalam penerbitan Kotagede dalam Komik, yang memuat garapan beberapa orang. Buku yang memberi “selingan” dari beragam buku yang mengisahkan dan menjelaskan Kotagede. Buku yang menjadi acuan bagi warga Kotagede dan orang-orang yang mengunjunginya. Acuan yang sederhana dalam membuka ingatan dan usaha pemaknaan atas perubahan-perubahan yang terjadi di Kotagede. Di hadapan komik, para pembaca berurusan kata dan gambar, yang memungkinkan mencari perbandingan dengan sumber-sumber pustaka berbeda.
Tahun-tahun telah berlalu, kita mengandaikan bermunculan komik-komik bertema Kotagede setelah terbitan 2010. Pada masa sekarang, pembuatan komik mungkin bakal memberi panggilan membuka sejarah dan menata babak-babak perkembangan Kotagede. Komik-komik yang mungkin agak mendapat perhatian saat dunia makin digital dan pengenalan kota terlalu meriah di media sosial.

Baca Juga :   Silaturahmi Syawal dan Halalbihalal PCM Kotagede: Ikhtiar Merangkul Umat
Artikel Lainnya
1 of 10

Bagikan

Leave a Reply