Masa Lalu dan Lagu

Bagikan

Bandung Mawardi

- Advertisement -

Anak-anak yang bertumbuh di rumah mengetahui batas-batas. Ia diajari beragam aturan di rumah, yang terbedakan dengan saat berada di sekolah atau kampung. Biografi anak dalam “pergantian” aturan-aturan dalam mengerti diri, keluarga, teman, tetangga, dan lain-lain. Kita memiliki babak-babak saat anak betah di rumah atau bosan di rumah. Pilihan belajar di sekolah pun dapat menimbulkan jenuh dan lelah, yang memerlukan “penebusan”. Bernyanyi itu tindakan yang mengandung “penebusan” sekaligus “pembebasan”.

Pada masa lalu, kita mengetahui anak-anak dapat membentuk biografinya dengan bernyanyi. Artinya, ia bersenandung untuk senang, keharuan, iseng, atau bahagia. Sejak kecil, lagu-lagu itu diketahui beragam bahasa. Kita berusaha mengartikan lagi anak-anak kadang tidak mewajibkan mengerti isi lagu. Yang terjadi adalah bernyanyi. Dugaan: lagu memberi pembebasan dan petualangan. Pada akhirnya, anak-anak bakal mengerti beberapa hal dengan lagi, perlahan dan tidak serempak.

Artikel Lainnya
1 of 9

Anak-anak kadang ragu bernyanyi. Rasa malu ikut membuat anak memilih tempat dan waktu untuk menyanyi. Dulu, lagu-lagu yang digubah Ibu Sud, AT Mahmud, dan Pak Kasur menggembirakan anak, selain memberi pelajaran. Anak-anak mudah menggemarinya, mewariskan untuk masih memiliki nostalgia anak. Pada masa berbeda, anak-anak tak lagi wajib mewarisi lagu-lagu dolanan atau lama. Mereka telah gampang menikmati pelbagai lagu di gawai.

Maka, pengetahuan lagu berlatar silam dan biografi para penggubah lagu lekas tergantikan kecepatan dan kemudahan menikmati lagu-lagu. Kita mungkin mengira pengalaman anak dengan lagu mengalami perubahan besar dalam urusan teknologi, cara menikmati, menaruh dalam biografi, dan selera gaya hidup.

Baca Juga :   Kiai Amir, Seorang Pedagang Yang Ulama

Generasi lawas ingat biasa melihat acara bernyanyi di TVRI. Berada di depan kotak televisi, anak-anak belajar bernyanyi. Mereka kadang bersama keluarga, yang memungkinkan saling berbagi cerita dan pengalaman berjalinan lagu. Pada saat muncul RCTI, TPI, dan SCTV, acara menyanyi masih disenangi anak-anak. Mereka menjadikan itu referensi mengetahui lagu-lagu yang mengesankan atau sesuai situasi zaman.

Pada 1986, terbit buku berjudul Ketilang yang memuat lagu-lagu gubahan Ibu Sud dan Ibu Charlotte Sutisno. Buku yang anak dan remaja yang belajar musik (piano). Namun, buku itu mengingat lagu-lagu yang dalam waktu lama digemari anak-anak di Indonesia. Jika diperhatikan, beberapa lagu gubahan Ibu Sud digubah pada masa 1930-an dan 1940-an. Pada masa kolonial, pembuatan lagu dan penyebarannya mengisahkan banyak hal. Yang mengetahui lagu-lagu terkenal Ibu Sud banyak tapi yang mengetahui biografinya sedikit. Akibatnya, lagu-lagu tidak mudah terhubung dengan suka-duka tokoh dan kejadian-kejadian sejarah.

Kita mengingat lirik lagu dibuat pada 1934 oleh Ibu Sud, yang berjudul “Main Ular-Ularan”. Lagu yang diakrabi anak-anak tapi tidak dijamin mereka mengetahui tahun pembuatan. Indonesia masa 1930-an, menderita hebat akibat politik-kolonial dan depresi-ekonomi dunia. Ibu Sud tidak menjadikan lagu untuk mengajarkan sejarah atau memberi hanya pesan moral. Lagu itu justru kegembiraan bersama: “Ular naga panjangnya bukan kepalang. Menjalar-jalar selalu riang kemari. Umpan yang lezat itulah dicari. Ini dianya yang terbelakang.”

Para pemilik nostalgia akan segera tersenyum. Lagu tidak hanya lagu. Yang bikin kangen masa lalu: bernyanyi dan bermain bersama teman-teman. Hari-hari tidak hanya belajar di sekolah atau membantuk pekerjaan-pekerjaan di rumah. Anak-anak berhak bernyanyi dan bermain.

Kini, kita menantikan peristiwa anak-anak di pekarangan atau halaman rumah membawakan lagu gubahan Ibu Sud. Kita yang bertugas mengenal sosok seniman legendaris dan membuka sedikit bab-bab sejarah Indonesia. Yang terpenting, anak-anak tetap bernyanyi meski selalu dengan gawai di tangannya. Bernyanyi masih bisa membuat mereka mengerti peran di rumah, sekolah, dan kampung, tidak harus sama dengan para pendahulunya yang memiliki masa anak-anak keranjingan bergerak.

Baca Juga :   Komik dan Kotagede

Bagikan

Leave a Reply