
Mengolah Kesadaran Literasi di Sekolah
Bagaimana membangun budaya literasi di sekolah dengan santai. Dimulai dari mana?
Pertanyaan itu disampaikan oleh salah satu siswa SMA N 1 Waru, Pamekasan, Madura dalam acara seminar dengan teman “Membangun Kesadaran Literasi”. Menarik, karena siswa itu menginginkan hal serius menjadi santai. Tentu saja itu tidak salah. Kita akan bertemu dengan pola bermain sambil belajar, pola yang membuat segala yang kaku menjadi lebih fleksibel.
Banyak orang menjadi kaku ketika mendengar kata literasi. Kata itu seolah menakutkan di pikiran. Penyebabnya adalah definisi literasi yang terlalu sempit dalam pikiran kita. Menurut banyak sumber, literasi adalah kemampuan seseorang untuk membaca, menulis, dan mengolah informasi. Paling tidak begitu definisi secara umum. Kesadaran literasi adalah kesadaran mengaktifkan pikiran, maka jadilah pola berpikir. Kesadaran mengaktifkan pikiran inilah -yang banyak orang hanya diartikan sebatas membaca buku.
Membaca jika hanya terbatas pada buku ia hanya menjadi pengetahuan yang tak bergerak, itulah penyebab orang menjadi kaku menyikapi literasi. Membaca buku tentu saja penting tetapi membaca kondisi, situasi, membaca kemungkinan, peristiwa juga bagian dari bentuk membaca. Jika hal tersebut berjalan beriringan maka bukan tidak mungkin pertanyaan membangun budaya literasi dengan santai di sekolah bisa berlangsung alami. Misalnya hasil bacaan kita dari peristiwa yang ada di koran dijadikan diskusi (dalam konsep ini ngobrol santai dengan teman) semacam mempertanyakan peristiwa yang terjadi dalam berita koran di hadapan teman. Hal itu akan memacu diskusi kecil yang secara tidak langsung mengajak berpikir tentang peristiwa yang terjadi. Pada percakapan itu akan muncul keinginan untuk mempertanyakan bagaimana terjadinya peristiwa, bagaimana penyebab latar belakang peristiwa bahkan akan ada simulasi solusi atas peristiwa tersebut. Kita cukup memberikan stimulus pada lawan bicara tentang peristiwa yang sedang hangat terjadi, baik di lingkungan kita atau di tempat lain.
Sebenarnya pemandangan praktik bicara dengan teman, baik dua orang atau lebih bukan asing di lingkungan sekolah. Sebagai makhluk sosial hal itu terjadi secara alami, hanya saja praktik literasi tersebut tidak banyak yang sadar bahwa dia sudah melakukannya. Kebanyakan mereka, siswa tidak distimulus dengan tema yang bermutu dan lebih banyak ghibah yang selanjutnya mengarahkan pikiran mereka kurang produktif. Stimulus ini yang akan menggerakkan siswa mau membaca dengan sendirinya. Jika interaksi mampu membangunkan pikiran yang tertidur, maka naluri skeptis, rasa ingin tahu akan terus bergerak seperti akar. Lalu kita tidak perlu menyuruh siswa membaca karena secara alami dia akan melakukan dengan sendirinya sebab dipacu oleh keresahannya sendiri.
Tidak bisa dipungkiri poin mendasar literasi adalah membaca.Membaca di Madura sudah berjalan sejak masih TK, minimal ngaji, apalagi tradisi memondokkan anak menjadi biasa di sana, itu artinya mereka mau tidak mau akan membaca kitab-kitab. Secara umum membaca adalah aktivitas keseharian minimal membaca status atau baca buku pelajaran. Apakah itu cukup, tentu saja belum. Masalahnya, terletak pada kesadaran mengolahnya, aktivitas yang bisa mengaktifkan pikiran kreatif. Mengolah hasil bacaan adalah upaya untuk tidak terjebak pada informasi yang dibaca. Mengolah adalah bagian dari proses penyaring untuk kemudian dicerna. Kita tidak akan gegabah mengambil keputusan yang belum jelas, karakter yang seperti itu yang dibutuhkan dalam pola pikir siswa.
Tetapi poin yang paling pokok yang mampu mengcover dua poin tadi yaitu membaca dan mengolah informasi adalah menulis. Jika siswa sampai pada tahap menuangkan hasil bacaan dan mengolahnya dalam bentuk tulisan, hal itu akan memperkaya pengetahuan. Kenapa?
Menulis adalah bagian dari praktik mengolah. Mengolah maka jelas akan membaca. Maka jika orang diminta menulis, maka yang terjadi dia akan kekering ide, dan membaca adalah meretas kebuntuan menulis. Proses menulis merupakan komparasi dari hasil beberapa bacaan, baik membaca teks atau membaca peristiwa.
Biodata Singkat
Sule Subaweh, Salah satu Dewan Pertimbangan Organisasi Komunitas Sastra Jejak Imaji. Karya alumni UAD ini dimuat berbagai media lokal dan nasional, baik puisi, cerpen dan artikel. Kumpulan cerpennya “Bedak dalam Pasir” terbit 2017 Pustaka Pelajar. Cerpen keduanya terbit 2022 di Diva Press.