
Yogyakarta – Di era digital, berdoa tak lagi hanya diucapkan dalam sunyi, tapi juga dibagikan di media sosial. Dari ucapan “semoga lekas sembuh” hingga unggahan panjang berisi doa pribadi, banyak orang menjadikan platform digital sebagai ruang ekspresi spiritual. Namun, apakah semua bentuk doa di dunia maya itu sesuai dengan tuntunan Islam?
Dalam Pengajian Tarjih yang diselenggarakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Rabu (8/10), Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid, Ali Yusuf, mengupas persoalan ini secara mendalam. Dikutip dari Muhammadiyah.or.id, Sabtu (11/10), ia menjelaskan bahwa doa memiliki dua dimensi. Yakni berdoa khusus dan umum, masing-masing dengan hukum dan adab yang berbeda.
Ali Yusuf menjelaskan, doa dalam dimensi khusus itu bersifat rahasia antara hamba dan Allah Swt. Sehingga, berdoa yang mengandung keluh kesah atau aib pribadi dimedia sosial, seperti pengakuan dosa, dianggap tidak tepat.
“Doa adalah ibadah. Sebagai bentuk penghambaan, maka ada tata cara yang harus dijaga,” tegasnya. Mengutip hadis Nabi dari Nu’man bin Basyir, ‘Ad-dua hual-ibadah’ (Doa adalah ibadah).
Doa dalam dimensi khusus, lanjut Ali Yusuf, memiliki aturan syariat. Yaitu mengawali doa dengan memuji Allah, membaca selawat, mengangkat tangan, dan dilakukan dengan khusyuk serta kerendahan hati.
“Berdoa tidak hanya mendatangkan pahala sebagai ibadah, tetapi juga menjadi sarana permohonan kepada Allah yang berpotensi dikabulkan,” tuturnya.
Ali Yusuf menilai, doa yang diunggah di media sosial sering kali tidak memenuhi adab tersebut. “Apakah doa itu dibaca dengan khusyuk menghadap kiblat, atau sekadar ditulis sebagai status tanpa kesungguhan?” ujarnya.
Ia mengingatkan agar doa tidak dijadikan ajang pamer (riya), sebab hal itu bisa mengurangi keikhlasan. doa dalam dimensi khusus bersifat rahasia antara hamba dan Allah. Mengunggah doa yang mengandung keluh kesah, pengakuan dosa, atau membuka aib pribadi dianggap tidak pantas.
Ali Yusuf menukil hadis Nabi, “Tidaklah Allah menutupi aib seseorang di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di akhirat.”
Sementara doa dalam dimensi umum, Ali Yusuf menyebut boleh dibagikan di media sosial selama bertujuan baik, seperti pembelajaran, dakwah, atau silaturahim. Misalnya, membagikan doa sehari-hari dengan sumber dalil yang jelas, atau mendoakan kesembuhan bagi seseorang yang sedang sakit.
“Doa seperti itu bisa menggugah solidaritas dan menjadi sarana dakwah yang positif,” jelasnya.
Ia mencontohkan, doa yang ditujukan untuk saudara tanpa sepengetahuannya juga berpahala besar. Mengutip hadis riwayat Muslim dari Abu Darda, doa tersebut akan diamini oleh malaikat.
Menutup ceramahnya, Ali Yusuf menegaskan bahwa berdoa di media sosial tidak salah, asal dilakukan dengan bijak. Ia mengajak umat Islam agar tetap menjaga kekhusyukan dan keikhlasan dalam berdoa, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
“Pisahkan mana doa yang sebaiknya tetap pribadi, dan mana yang bisa dibagikan untuk kebaikan bersama,” pesannya. (guf)