Lagu dan Binatang

Bagikan

Bandung Mawardi

- Advertisement -

Di perkotaan, pergaulan atau keakraban anak-anak dengan binatang terus berkurang. Mereka berada dalam ruang yang makin sesak. Kota mendingan dipenuhi manusia dan benda-benda ketimbang binatang. Pengalaman hidup di kota menjadikan anak-anak kesulitan dalam pengetahuan binatang. Mereka tetap belajar binatang dari film atau bacaan meski terbatas.

Dulu, keluarga-keluarga di desa biasa memiliki beberapa binatang. Mereka tak sekadar merawat tapi mendapat sekian manfaat dari binatang-binatang. Ada yang membuat anak-anak bertanggung jawab dalam memelihara, memberi makan, atau belajar banyak hal. Yang biasa diakrabi keluarga-keluarga masa lalu: ayam, kambing, bebek, burung, ikan, kucing, dan lain-lain.

Artikel Lainnya
1 of 9

Anak-anak belajar binatang: bentuk, suara, makanan, tingkah, dan lain-lain. Pada binatang-binatang, mereka mengetahui keistimewaan. Anak-anak kadang dibuat jengkel dan capek. Ketakutan bisa muncul jika binatang-binatang itu marah. Anak-anak menambahi pengetahuan dan pengalaman dengan mendatangi kebun binatang. Di sana, mereka membedakan binatang-binatang yang bisa hidup bersama manusia atau yang seharusnya dihindari.

Kita ingin membuka kembali masa lalu saat anak-anak di Indonesia belajar binatang melalui lagu-lagu. Yang kita pilih adalah lagu-lagu buatan AT Mahmud. Lagu yang terkenal tapi orang-orang melupakan nama penggubahnya: “Cicak-cicak di dinding. Diam-diam merayap. Datang seekor nyamuk. Hap, lalu ditangkap!” Lagu singkat dan sederhana. Anak-anak yang terbiasa melihat cicak mudah saja menyanyikannya.

Lagu yang mengenalkan keindahan berjudul “Kupu-Kupu yang Lucu.” Lagu yang kurang terkenal, dibandingkan lagu yang dibuat Ibu Sud. Namun, kita ingin menyimak liriknya sambil mengingat anak-anak masa lalu masih senang melihat dan mengejar kupu-kupu. Lagu memberi kegembiraan: “Kupu-kupu yang lucu terbang ke sana terbang ke mari. Bunga-bunga yang indah selalu kau cari. Kupu-kupu yang lucu, sayapmu halus berwarna-warni/ Inginku mengelusmu di ujung jari.” Anak-anak belum dihadapkan buku-buku pelajaran (biologi) yang menjelaskan kupu-kupu. Lagu cukup membuatnya akrab dan senang.

Baca Juga :   140 Jagal Masjid Muhammadiyah di Kota Yogyakarta Ikuti Pelatihan Penyembelihan Hewan Kurban sesuai HPTM

Kita masih berlanjut menghormati warisan ratusan lagu dari AT Mahmud. Lagu yang berjudul “Burung Nuri” mengajak anak-anak memberikan mata atas segala ciptaan Tuhan. Yang indah bakal tampak digenapi kemerduan. Kita berimajinasi dengan lirik: “Trilili trilili. Dua ekor burung nuri di atas pohon meloncat dengan riang dan berkicau. Trilili trilili. Sungguh senang burung nuri berkejaran, tak puas-puasanya bersenda gurau. Trilili trilili. Yang seekor lari terbbang dan yang lain cepat-cepat pergi menyusul dan berseru. Trilili trilili. Suara siul berkumandang indah nia bersahutan di sela daun-daun.”

Pada masa yang berbeda, anak-anak tidak gampang melihat burung-burung di alam. Ada beberapa burung yang dalam kandang. Pengalaman melihat burung terwujud selama di kebun binatang. AT Mahmud masih mengesankan biasa melihat burung-burung di sekitar rumah atau kebun. Padahal, anak-anak perlu mengerti burung saat laris digunakan dalam logo partai politik, perusahaan, atau gerakan sosial-keagamaan.

Ada lagi binatang yang dulunya menemani warga saat malam hari. Suaranya yang menenangkan sekaligus menandai malam yang tidak terlalu sepi. AT Mahmud menggubah lagu berjudul “Jangkrik”. Kita yang sudah bertambah umur mengenang pengalaman lama: “Krik krik krik terdengar suara jangkrik. Berlagu dengan riang di malam yang tenang. Krik krik krik lagunya sungguh asyik. Gembira bersahutan merdu bagai musik. Krik krik krik suranya merdu. Krik krik krik suaranya asyik.”

Yang ikut terkenang: anak-anak masa lalu memelihara jangkrik dalam kandang terbuat dari bambu atau pelok. Mereka juga main adu jangkrik. Kesadaran yang berbeda akhirnya membiarkan jangkrik hidup di alam agar berbagi suara. Anak-anak perlahan belajar hak-hak makhluk hidup, tanpa harus menyakiti atau berlaku kejam.

AT Mahmud dalam buku berjudul Pustaka Nada yang terbit tiga jilid mengembalikan ingatan-ingatan hubungan anak dan binatang. Lagu turut memberi cerita, membimbing imajinasi, dan pelengkap pelajaran yang bakal diperoleh di sekolah.

Baca Juga :   Alamat dan Kalimat di Jogjakarta

Bagikan

Leave a Reply