Lika-liku Sejarah PPHQ AMM Kotagede
Penulis : Achmad Sudiyono Efendi
Sebelum memasuki hari raya Iduladha, di sepanjang bahu jalan mesti berjejer lapak atau tempat penjualan hewan kurban. Hewan kurban yang dijual ialah kambing dan sapi. Meski begitu, lapak atau tempat penjualan hewan kurban hanya ada pra hari raya Iduladha saja. Artinya, lapak dan atau tempat penjualan hewan kurban hanya berlangsung tidak lebih dari sebulan.
Jika memasuki jalanan kota Yogyakarta pra hari raya Iduladha, pasti kalian menemui lapak atau tempat penjualan hewan kurban yang berjejer di pinggir jalan. Bau pesing dan kotoran kambing serta sapi, seperti parfum yang menyemprot badan kota. Mungkin, bau tersebut lebih berkah bagi warga Yogyakarta, ketimbang bau sampah yang ada di ketiak kota. Barang kali begitu?
Akan tetapi, tulisan ini tidak membahas sampah yang berserakan di kota Yogyakarta, melainkan menyoroti pedagang hewan kurban yang berhasil mempertahankan usahanya dari dulu sampai sekarang. Seperti yang kita tahu, hari raya Iduladha menjadi angin segar bagi warga lokal yang ada di Yogyakarta.
Pasalnya, warga Yogyakarta memanfaatkan momentum Iduladha dengan berdagang hewan kurban. Sebab bagi orang muslim yang memiliki kemampuan, sangat dianjurkan untuk berkurban di hari raya Iduladha yang merupakan salah satu ibadah dalam agama Islam. Oleh karena itu, hari raya Iduladha membawa berkah bagi pedang hewan kurban, salah satunya bagi kelompok usaha Pusat Pengadaan Hewan Qurban (PPHQ) AMM Kotagede.
PPHQ AMM Kotagede merupakan kelompok usaha yang dikelola langsung oleh Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) Kotagede. Setiap tahun, PPHQ selalu eksis dan rutin menjual hewan kurban. Saat ini, lapak atau tempat PPHQ berdampingan dengan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta, Jl. Pramuka No.62, Giwangan, Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Sejarah Berdirinya PPHQ
Awalnya, sejarah berdirinya PPHQ belum diketahui kapan pastinya. Dalam penelusuran di internet, belum ada catatan kapan pastinya PPHQ berdiri. Oleh sebab itu, kami melakukan pencarian informasi terkait sejarah berdirinya PPHQ. Dari penyisiran itu, bertemulah kami dengan dua narasumber yang merupakan salah satu pengurus PPHQ tertua saat ini. Dua narasumber tersebut ialah Muhammad Hatta (Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Kotagede periode 2022-2027) dan Zunan Arief (Bendahara PCM Kotagede).
Pertama, kami menyambangi rumah Hatta, begitu sapaannya, yang persis ada di pinggir jalan kampung Purbayan, Kotagede. Sampai di rumahnya, ia menyambut kami dengan ramah dan penuh kenyamanan. Dengan pembawaan yang santai, ia bercerita tentang sejarah PPHQ berdiri. Dari keterangannya, embrio dari lini usaha PHHQ sudah ada sekitar tahun 1977−1978.
“Sejarah yang saya tahu, PPHQ ada sejak angkatan kakak saya. Saat ini beberapa pelopor masih hidup. Salah satunya ialah Bapak Hayom Widakso salah satu di antara ketua PCM Kotagede. Kemudian, seangkatan dengan Bapak Hayom, ada Pak Suseno, Pak Dalmono (sudah meninggal), Pak Bambang Sulaiman (sudah meninggal) yang rumahnya ada di belakang rumah saya, dan Bapak Selamet Utomo, panggilannya Ketu,” terangnya, Kamis (6-6-2024)
Kedua, dipertegas oleh Zunan Arief, bahwa embrio PPHQ sudah ada pada tahun 1977. Zunan menjelaskan, awalnya ide untuk jualan hewan kurban muncul ketika AMM membuat acara syawalan. Untuk menghadiri syawalan, AMM memberlakukan tiket bagi pengunjung. Tiba-tiba pas acara hujan turun sangat deras. Walhasil, tiket tidak terjual.
“Akhirnya, panitia rugi karena sudah terlanjur mendatangkan pengisi acara dari Yogyakarta. Uang kadung keluar untuk membayar pengisi. Saat itu kami berpikir, bagaimana cara mengembalikan uang itu. Lalu terbesit untuk menjual hewan kurban, karena bertepatan dengan hari raya Iduladha,” terangnya, Sabtu (8-6-2024).
Kata Zunan, modal penjualannya saat itu dengan meminjam hewan kurban ke pedagang dan ditawarkan ke orang dengan cara dituntun. Di luar dugaan, hasil penjualan bagus, bisa menutup kerugian dan ada sedikit keuntungan atau kelebihan uang.
Karena ide untuk menutup kerugian tersebut, akhirnya pengurus AMM memilih untuk jualan hewan kurban di tahun selanjutnya. Pada tahun 1978, AMM resmi berjualan hewan kurban yang bekerja sama dengan Bapak Muda Jagalan. Waktu itu, model penjualan masih menuntun dan ada pula yang menjual di kandang.
Zunan meneruskan, setelah berjalan sekian lama, pada tahun 1988 AMM berinisiasi untuk lepas dari Bapak Muda Jagalan, dengan membentuk kepanitiaan sendiri. Pada tahun 1988, secara resmi nama PPHQ digunakan untuk lini usaha yang berada di bawah AMM.
“Saat itu, ketuanya Bapak Idris,” imbuhnya.
Penjualan Hewan Qurban
Sebagaimana keterangan kedua narasumber di atas, embrio PPHQ ada sejak tahun 1977. Secara resmi nama PPHQ dipakai pada tahun 1988. Hal ini menandakan, kalau misteri berdirinya PPHQ terjawab melalui penjelasan dari kedua narasumber, yakni Hatta dan Zunan, yang mana mereka adalah salah satu pengurus tertua di PPHQ dan saat ini kembali mengabdi di PCM Muhammadiyah.
Terlepas dari itu, peristiwa yang tidak kalah menarik ialah cara penjualan dan transaksi yang dilakukan pengurus pada tahun 1977. Tentu, penjualan dan transaksi yang dilakukan pengurus lama sangat berbeda dengan pengurus sekarang. Sebab perjuangan orang yang merintis usaha dan bertahan sampai sekarang, lebih susah daripada orang yang tinggal menjalankan.
Dalam penjelasan di atas, Zunan sudah menyinggung bagaimana perjuangan pengurus AMM tahun 1977. Mereka menjajakan hewan kurban dengan cara menuntun ke rumah orang-orang. Tentu saja, apa yang dilakukan pengurus dulu terlihat sangat heroik apabila dilihat dari kacamata sekarang.
Zunan menegaskan, pada tahun 1977 model penjualannya ialah meminjam hewan kurban ke pedagang. Hewan kurban yang dipinjam tersebut, lalu ditawarkan ke orang dengan cara dituntun. Mereka menuntun hewan kurban di sepanjang gang-gang Kotagede.
Pada tahun 1978, pengurus kembali menjual hewan kurban yang bekerja sama dengan Bapak Muda Jagalan. Waktu itu mereka sudah punya kandang, tepatnya di rumah Murdio. Meski punya kandang, pengurus saat itu juga masih menjajakan hewan kurban dengan cara dituntun ke rumah orang-orang yang ada di Kotagede.
Selain itu, Hatta juga menyinggung, ketika memulai usaha jualan hewan kurban, pengurus saat itu tidak mempunyai modal. Pikiran-pikiran mereka ketemu setelah melakukan diskusi, dengan mendatangi penjual hewan kurban yang tenar atau penjual terkenal di Kotagede.
“Dulu ada penjual namanya Pak Jonet (sudah meninggal) dan Pak Bani (sudah meninggal) yang saat itu terkenal sebagai penjual hewan kurban di Kotagede. Kemudian yang sekitar Joyopranan ada pedagang namanya Pak Jahari (sudah meninggal). Pak Jahari sama bapaknya, kalau masuk bulan Iduladha biasanya menjual hewan kurban. Pak Jahari itu dekat dengan Pak Bambang Sulaiman. Mereka seumuran, paling beda sedikit lebih tua,” ungkapnya.
Hatta melanjutkan, teman-teman dan kakak-kakaknya di AMM yang tidak mempunyai modal, kemudian mendatangi penjual tersebut dan meminta untuk ikut menjualkan kambing-kambing ke tokoh-tokoh Muhammadiyah di Kotagede. Setelah itu, pengurus menawarkan ke tokoh-tokoh Muhammadiyah dengan menanyakan, sekarang mau kurban atau tidak? Kebanyakan dari tokoh tersebut memang mau berkurban.
Kemudian pengurus AMM saat itu mencarikan dengan berat, harga, dan jenis hewan kurban yang sudah disepakati. Mereka mencari pesanan dari tokoh tersebut ke Pak Jonet dan Pak Jahari. Lalu Pak Jonet dan Pak Jahari memilihkan kambing yang bagus dan sesuai dengan spesifikasi permintaan. Setelah ada, kemudian kambing itu dituntun untuk dibawa ke rumahnya pembeli.
“Istilahnya ditunjukkan. Karena sudah dipilihkan yang bagus-bagus, jadi tokoh itu setuju. Setelah setuju, kambing itu ditandai dan dikembalikan lagi ke penjualnya. Jadi kambing tidak ditinggal di rumah pembeli. Nanti pada hari raya Iduladha akan diantar ulang. Penanggung jawab pengantaran adalah anak AMM,” terangnya. (ASE)