Kotagede Kultural : Citra Kawasan dan Upaya Pengendaliannya

Bagikan

Pendahuluan
Eksistensi awal Kawasan Cagar Budaya Kotagede yang berdasarkan perencanaan tata ruang meliputi wilayah seluas 200 hektar persegi, di dalam Perda No 2 Tahun 2010 teno RTRWP DIY merupakan kawasan strategis propinsi dengan tipologi Pelestarian Sosiai Budaya. Kotagede merupakan salah satu satuan ruang lain yang mempunyai nilai keistimewaan. Sebagai kota tua bekas ibukota kerajaan Mataram Islam, Kotagede merupakan kota warisan budaya yang amat berpotensi bagi kemakmuran masyarakatnya. Masyarakatnya masih mempunyai kesatuan sosiologis dan antropologis yang sampai sekarang masih solid terlibat dalam kehidupan sosial sehari-hari.

- Advertisement -

Citra Kawasan Cagar Budaya Kotagede

Di dalam prespektif konsep perencanaan tata ruang lama yang semula merupakan hutan Mentaok yang dibuka menjadi pemukiman, kemudian menjadi wilayah perdikan yang masih berinduk semang pada kerajaan Pajang, kemudian naik statusnya menjadi ibukota kerajaan Mataram, lantas ditinggalkan penguasa, penduduk yang ditinggalkan menjadi masyarakat Kotagede dan mengembangkan tata ruang bangunan baru sampai sekian periode jaman sehingga meninggalkan bangunan arsitektural pada dasarnya suatu lingkungan binaan dibuat untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mewadahi berbagai aktifitas sehari-hari, baik kegiatan sosial, budaya, politik, usaha maupun bertempat tinggal.
Dilihat dari kelengkapan fisik semula, sarana dan prasarananya Kawasan Cagar Budaya dahulu dirancang sesuai sebagaimana fungsi yang menjadi peruntukannya.

Artikel Lainnya
1 of 9

Di dalam konteks kehidupan penduduk sebagai masyarakat yang ditinggalkan penguasa Mataram masyarakat luas, mengalami perubahan dan perkembangan komponen-komponen yang ditengarai dapat membentuk suatu nilai yang bermakna bagi lingkungannya.

Baca Juga :   Solusi Holistik dan Kreatif Jogja Hadapi Krisis Sampah

Komponen-komponen tersebut adalah :

  1. Jejalur
    Bahwa jalur-jalur jalan lingkungan di Kawasan Cagar Budaya Kotagede sudah terbentuk tata lingkungan seperti yang setiap hari kita lihat, hal itu sebagai sarana kelancaran sirkulasi akses masyarakat luas yang melingkupinya, terutama pada pusat geografisnya berupa Catur Gatra Tunggal. Empat titik aktifitas penting yang saling terhubung melalui koridor jalan lingkungan. Pasar Kotagede sebagai kegiatan ekonomi. Masjid Gede Mataram sebagai kegiatan keagamaan. Kraton sebagai pusat kekuasaan pemerintahan. Alun-Alun sebagai pusat bertemunya raja dan rakyatnya dalam kegiatan berlangsungnya upacara adat.
  2. Batas
    Batas-batas fisik Cagar Budaya Kotagede.
    Sebelah selatan adanya sampai wilayah selatan desa Sareman. Sebelah timur berbatasan dengan Mutihan, Jogoragan, Pringgolayan, Modalan, dan Jaranan. Sebelah utara berbatasan dengan desa Babadan. Sebelah barat berbatasan dengan Umbulharjo.
  3. Segmen kawasan
    Bagian suatu kawasan yang mempunyai ciri tertentu. Seperti kompleks masjid gede Mataram Kotagede dan kompleks makam raja-raja Mataram di Kotagede Yogyakarta serta kompleks makam Hastarengga dan Cungkup Batu Gilang.
  4. Simpul
    Simpul merupakan bertemunya beberapa jalur jalan lingkungan dengan jalur jalan utama (raya), yang bersimpul pada pusat geografi keramaian kota yang disebut pasar Kotagede.
  5. Land Mark
    Yaitu tanda-tanda fisik yang menonjol sebagai penanda kuat dan penting di Kawasan Cagar Budaya, adanya Bangunan Babon Aniem dan Monumen Jumenengan Sultan HB IX serta kawasan Tegalgendu Kotagede yang memiliki peninggalan rumah kalang yang memiliki perwajahan spesifik.

Carilah ciri-ciri tersebut di atas, di situlah yang akan membedakan dengan kawasan hunian lainnya yang tidak terencana dengan baik. Bandingkan lagi dengan kawasan wilayah kemantren lainnya yang strata hirarkinya secara administratif pemerintahan kota yang sama, namun akan diketemukan banyak perbedaan secara potensi visual.

Baca Juga :   Jejak Imaji Rayakan Satu Dekade dan Kenang Joko Pinurbo

Seiring dengan perkembangan jaman, perubahan selalu mencakar fisik terlebih dahulu suatu kawasan lama yang terencana, dan akan mengalami kemerosotan citra kawasan. Citra Kawasan merupakan suatu identitas penting yang mampu menjadi branding di jaman milenial.

Konklusi : Upaya Pengendalian Kawasan

Secara keseluruhan kondisi tersebut memerlukan langkah-langkah antisipasi dan pengelolaan agar tidak menjadikan kecenderungan semakin berlanjut, antara lain.
Pertama, kepastian peruntukan tata ruang yang mengarah pada upaya-upaya pelestarian lingkungan, perlindungan dan pemanfaatan yang bernilai ekonomi berimbas pada kesejahteraan sosial masyarakat. Hal itu harus diikuti dengan peraturan perijinan bangunan yang selektif

Kedua, Perda perlindungan Kawasan Cagar Budaya Kotagede yang mengikat. Surat Keputusan tentang Penetapan Kawasan Cagar Budaya Kotagede tentu dipandang sebagai salah satu upaya pengendalian kerusakan lingkungan budaya.
Ketiga, memberikan panduan teknis tentang pelaksanaan rehabilitasi, revitalisasi dan adaptasi bangunan.
Keempat, akuisisi publik oleh pemerintah secara selektif.
Kelima, penanganan secara lintas sektoral dan komprehensif serta sistematik, terutama dalam rekomendasi perijinan proses rehabilitasi
Keenam, rebut kawasan dalam rangka mewujudkan kembali vitalitas kawasan di dalam pengembangan potensi.
Ketujuh, mengakomodasikan partisipasi masyarakat, serta berkolaborasi dengan berbagai pihak yang bersangkutan, baik kalangan akademik, pemerintah dan masyarakat.

Perlu disadari bahwa segala sesuatu itu tentu akan “berproses dan berubah”. Oleh karena itu perubahan dengan berbagai permasalahannya perlu diantisipasi.
Langkah-langkah upaya pelestarian diperlukan agar keberadaan kawasan dapat berproses, berkembang, berubah secara alami, tidak tercerabut dari konteks lingkungan, karakter dan identitasnya.
Perubahan bentuk yang drastis, akan menyebabkan terjadinya bunuh diri arsitektur harus dicegah agar keutuhan autentisitas menjadi modal keberlangsungan lingkungan hidup.

Erwito Wibowo


Bagikan

Leave a Reply