Meneguhkan Independensi Politik Muhammadiyah
Kotagede – Meskipun pesta demokasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 Indonesia telah usai selepas penetapan para pemenang kontestasi Pemilu 2024 pada April lalu, muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan berpengaruh di Indonesia memiliki sikap independen yang berhak mengkaji ragam kebijakan dan putusan pemerintah ke depan pasca pemilu.
Sedikit menggelitik, Pengajian Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kotegede (PCM Kotagede) mengangkat tema politik kekinian, “Peran Politik Muhammadiyah Pasca Pemilu Serentak 2024” yang sukses terselenggara pada, Jumat (7/6) bertempat di Masjid Adz-Dzikra Cokroyudan. Dalam pengajian tersebut, PCM Kotagede menghadirkan Dr. phil. Ridho Al-Hamdi, M.A., selaku Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Sebelum kajian inti, perwakilan Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Alun-Alun Selatan, Subroto Tri Widodo berkenan menyampaikan sambutan, bahwa PRM AAS memiliki ragam program sosial, ekonomi, perkaderan, dakwah-keagamaan dan perwakafan yang sistematis. Sebagai upaya pengembangan status dari lima hal yang disebutkan di atas, Subroto sangat yakin dengan ikhtiar PRM AAS dalam membersamai warga persyarikatan tingkat ranting untuk dapat masif berkolaborasi sehingga menghasilkan generasi yang unggul dan mendulang hasil yang lebih baik.
Pengajian yang dihadiri beberapa unsur pimpinan majelis PCM Kotagede, PRM-PRA Alun-Alun Utara, PRM-PRA Alun-Alun Selatan dan segenap perwakilan PRM-PRA se-Kotagede tampak khidmat selepas Ridho Al-Hamdi (Selanjutnya-Ridho) memasuki awal pembukaan pengajian. Dalam pengajiannya, Ridho memeberikan sebuah pengantar bahwasannya pemilu adalah aspek muamalah duniawiyah yang diadakan per lima tahun sekali. Kenyataan ideologi perpolitikan Indonesia yang kian memudar ternyata benar adanya, Ridho menambahkan, bahwa politik sekarang bergantung dan diukur berdasarkan aspek finansial dan status sosial. Maka tak heran bila di lapangan santer terjadi politik uang ‘money politic’ atau serangan fajar dalam istilah tenarnya.
Muhammadiyah dalam berpolitik mengambil posisi independen bukan netral, mengapa demikian? Karena Muhammadiyah pandai dalam mengambil hikmah. Lika-liku perjalanan Muhammadiyah yang sempat terombang-ambing antara gerakan sosial-kemasyarakatan yang berprinsipkan ta’waun (Surah Al-Mā’un) dengan gerakan politik praktis cukup meneguhkan sikap independensi Muhammadiyah dalam berpoilitik praktis belakangan.
Di slide terakhirnya, Ridho menegaskan bahwa Muhammadiyah memiliki peran dalam mengedukasi dan menerapkan politik nilai (adiluhung/high politics) dan politik akomodatif. Dengan implementasi kedua nilai tersebut di atas, bukan sebuah kemustahilan bagi perpolitikan Indonesia untuk kembali pada marwahnya, yakni yang berkeadilan sosial dan mensejahterakan warga negaranya.
Foto : Chandra Kurnia Wiguna
Kontributor: Ahmad Amiruddin Priyatmaja, S.Ag. (Ketua AMM Kotagede 1444-1445 H)