Pemanfaatan Dan Optimalisasi KCB Berbasis Partisipasi Masyarakat

Bagikan

Pendahuluan
Dalam suatu pidato pengarahan orang penting di birokrasi pemerintahan, mengatakan bahwa sekarang bukan lagi saatnya melestarikan dan melindungi Kawasan Cagar Budaya (KCB) Kotagede. Periode masa pelestarian dan perlindungan sudah berhasil dilewati, meskipun ada beberapa yang masih luput dari perhatian di KCB Kotagede ada yang belum memperoleh sentuhan perhatian pemerintah, namun semua tidak harus disentuh, karena akan membutuhkan pembiayaan yang cukup besar, tentunya. Hal itu terus perlunya terus diikuti dengan partisipasi masyarakat terhadap pelestarian dan perlindungan.

- Advertisement -

Saat ini, yang perlu memperoleh perhatian besar adalah munculnya inisiatif ide dari masyarakat, dalam bentuk partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan dan optimalisasi KCB Kotagede.
Sebagaimana sudah diketahui bersama bahwa partisipasi masyarakat telah menjadi bagian penting dalam perencanaan. Termasuk dalam perencanaan dan perancangan kota. Hal ini disebut penting, karena pada hakekatnya perencanaan itu adalah dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat yang kenal betul akan apa yang dibutuhkannya. Sebagai kawasan dengan nilai sejarah yang tinggi, Kotagede mempunyai potensi untuk berkembang lebih baik lagi dari keadaan sekarang.

Pelestarian kawasan Kotagede semestinya berpengaruh terhadap pengelolaan dan pelayanan kawasan bagi masyarakatnya. Cara merumuskan pelestarian Kotagede bisa menggunakan pilihan atau menggabungkannya : secara teknologi birokrasi serta menyentuh nilai kemanusiaan.
Pilihan pertama, tentu saja akan mengandalkan kerja para ahli yang biasanya dikoordinasi oleh pemerintah. Sedangkan pilihan kedua, memberi kesempatan kepada masyarakat lebih luas untuk terlibat dan mengambil keputusan. Selanjutnya, dari potensi dan permasalahan yang ada, maka dibuatlah solusi pemanfaatan dan optimalisasi yang juga dapat menjadi arah pengembangan kawasan ini dengan partisipasi masyarakat.

Artikel Lainnya
1 of 11

Dari Pelestarian ke Pemanfaatan

Dari pelestarian dan perlindungan menjadi pemanfaatan dan optimalisasi KCB Kotagede, tentu muncul adanya perubahan. Di mana yang disebut perubahan adalah sesuatu yang pasti dalam perkembangan kota. Kotagede yang sudah dinyatakan ditetapkan sebagai bagian dari 8 Kawasan Cagar Budaya. Adapun 8 Kawasan Cagar Budaya tersebut adalah : (1) KCB Kraton Yogyakarta, (2) KCB Pura Pakualaman, (3) KCB Kotabaru, (4) KCB Kotagede, (5) KCB Kerta-Pletet, (6) KCB Imogiri, (7) KCB Kota Wates dan (8) KCB Kaliurang.

Baca Juga :   Aksi Jogja Memanggil, Tolak Revisi UU Pilkada hingga Seruan Bentuk Oposisi

Dari awal berdirinya, berbagai macam sejarah awal pembentukan, perkembangan, perubahan, bahkan degradasi kota dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Perubahan-perubahan yang terjadi ini seringkali menimbulkan konflik sosial dan persoalan perkotaan lainnya. Karena itulah solusi dari persoalan sangat dibutuhkan, baik yang berupa antisipasi langsung dari persoalan maupun arahan untuk perkembangan selanjutnya.

Kotagede adalah salah satu kawasan yang telah berkembang sejak lama. Kebudayaan yang multikultural ini merupakan potensi untuk memajukan kawasan ini, yang tentunya sudah banyak yang berubah fisik lamanya, dimana justru fisik lamanya yang menarik dipandang di masa kini. Selain itu, sistem sosial yang telah terbentuk sejak keberadaan kerajaan Mataram Islam, yang menjadikan kawasan ini mempunyai salah satu warisan kebudayaan Islam yang penting yakni adanya kerukunan masyarakat. Pemanfaatan dan optimalisasi KCB Kotagede memerlukan solusi jangka panjang dan jangka pendek yang berisi tentang semua aspek kota yang kompleks.

Vitalitas kawasan ini, 30 dasawarsa terakhir mulai merosot, disebabkan oleh perekonomian masyarakat yang rendah serta kualitas fisik yang juga telah menurun. Kondisi ini diperparah munculnya badai krisis moneter 1998 dan bencana alam gempa bumi 2006. Seusai gempa bumi 2006, revitalisasi sudah dilakukan, baik menggunakan dana internasional melalui lembaga asing maupun oleh pemerintah, serta melibatkan partisipasi masyarakat. Revitalisasi itu berhasil meningkatkan vitalitas kawasan Kotagede dengan cara menggabungkan metode konservasi dan memasukkan fungsi-fungsi juga infrastruktur untuk meningkatkan aktivitas di dalamnya.

Pada perkembangan perkotaan di Kotagede mencakup tiga bahasan yang berbeda dan dengan orientasi yang berbeda pula : periode pembangunan, konservasi dan saatnya periode pemanfaatan dan optimalisasi melibatkan komunitas/masyarakat. Orientasi konservasi berfokus pada kualitas lingkungan, revitalisasi kawasan pemukiman, pemanfaatan dan optimalisasi dan peran serta masyarakat.
Pembangunan perkotaan berkelanjutan adalah gambaran ideal untuk memanfaatkan dan mengoptimalkan lingkungan hidup di Kotagede yang telah direvitalisasi. Pembangunan berkelanjutan di Kotagede ini sudah harus menyentuh pemanfaatan dan optimalisasi yang berdampak positif bagi perekonomian, masyarakat, perkotaan, lingkungan, akses, kehidupan dan demokrasi yang berkelanjutan. Aspek berkelanjutan perkotaan ini sangat luas jangkauannya dan solusi permasalahan, justru orang luar Kotagede yang berminat pada fisik lingkungan lama yang masih hidup auranya yang dijadikan basis usaha menggunakan trend sekarang.

Baca Juga :   Mutiara Nusantara Yang Terlupakan

Rencana pemanfaatan dan optimalisasi berawal dari mencoba memahami rancangan Kotagede yang sudah ada ini dengan setting lingkungan masa lalu untuk dimanfaatkan di masa kini. Intinya, memberikan masa depan bagi masa lalu lingkungan hidup yang telah terbentuk oleh waktu. Nah, kemudian, tentu saja langkah yang harus dilalui adalah dengan mencoba memahami proses perkotaan yang telah terjadi di kawasan Kotagede, dan kemudian menghadapi dengan skala formal lebih besar yaitu kota. Langkah berikutnya adalah mencari akar budaya di wilayah ini. Adapun langkah berikutnya adalah mendukung kegiatan ekonomi lokal yang didasarkan pada akar budaya lokal, dan hal tersebut justru sudah dirintis oleh orang dari luar Kotagede. Orang luar Kotagede memiliki feeling lebih baik. Sudah muncul jasa pemotretan di view kompleks masjid gede Mataram dan makam raja-raja Mataram di Kotagede. Melalui digital marketing, orang yang tertarik akan datang ke studio pelayanan di selatan pohon beringin sepuh. Sesi pemotretan itu melibatkan tenaga rias, tenaga busana, sewa busana, tenaga pemotretan dan editing. Sangat fenomenal di tahun 2024, tiap hari ada saja pemotretan dan yang dipotret.

Partisipasi Berbasis Komunitas Masyarakat

Peninggalan sejarah tidak pernah benar-benar membawa ke masa lalu. Banyak aspek menjadi tidak relevan lagi karena adanya perbedaan antara modernitas serta tradisional yang akan dilestarikan dimana dialami oleh bangunan di kawasan cagar budaya Kotagede. Kehadiran peninggalan sejarah tidak pernah benar-benar utuh atau lengkap karena menyusutnya semangat yang hanya berorientasi melestarikan dan melindungi, tanpa menyertakan pemanfaatan dan optimalisasi bangunan-bangunan arsitektural lawas tersebut. Untuk memanfaatkan bangunan-bangunan perlu melibatkan peran serta masyarakat luas dalam bentuk berupa partisipasi.

Partisipasi masyarakat, terutama dari generasi Z dan generasi milenial Kotagede yang memiliki sumber daya gagasan kreatif, tentu saja akan tertantang berpikir kritis dan kreatif untuk memanfaatkan bangunan-bangunan berarsitektur lawas, untuk usaha ekonomi produktif kreatif yang sesuai dengan tuntutan jaman, dengan pangsa potensi pasar generasi milenial juga. Sudah banyak contoh di Kotagede bertebaran usaha ekonomi kreatif dengan memanfaatkan bangunan-bangunan berarsitektur lawas, bahkan tidak ragu lagi berada di tengah pedalaman kampung.

(Erwito Wibowo)


Bagikan

Leave a Reply