
Sikap Tawadhu Ciri Seorang Muslim Sejati
Menjadi seorang muslim yang sejati berarti ia sudah seharusnya siap menerima segala bentuk syariat yang sudah ditentukan oleh Allah dan di contohkan oleh nabi Muhammad SAW. Termasuk dalam berperilaku, nabi Muhammad merupakan sosok teladan yang sangat sempurna untuk di contoh, baik kepribadiannya, gaya kepemimpinannya, tutur katanya, sikapnya dan lain sebagainnya. Hal ini sebagaimana tertuang dalam surat Al – Ahzab ayat 21 yang berbunyi
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ
Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.
Pada dasarnya, meski ayat tersebut turun berkaitan dengan prosesi perang Ahzab. Namun, perintah untuk menjadikan Nabi Muhammad Saw sebagai panutan ini bersifat menyeluruh dan umum dalam segala kondisi. Dalam hal ini berlaku kaidah “al-Ibrah bi-umum al-lafdz la bi-khusus as-sabab” atau yang dijadikan pelajaran ialah keumuman lafaz bukan kekhususan sebab turun. Berkaitan dengan hal ini, Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitab tafsirnya “Marah al-Labid” menafsirkan kata “uswah” pada ayat tersebut sebagai berikut:
أي خصلة حسنة حقها أن يقتدى بها على سبيل الإيجاب فى أمور الدين وعلى سبيل الإستحباب فى أمور الدنيا
Artinya: “Ialah pekerti baik yang seyogyanya diikuti secara wajib dalam persoalan agama dan dianjurkan dalam persoalan dunia”. (Syekh Nawawi Al-Bantani, Marah Labid, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1417 H], juz II, hal 250).
Banyak hal yang perlu kita teladani dari uswah hasanah kita, salah satunya adalah sikap tawadhu. Sikap ini perlu dimiliki oleh setiap muslim karena temasuk sifat mulia yang lahir dari kesadaran akan kemahakuasaan Allah SWT atas segala hambaNya.
Tawadhu memiliki arti rendah hati, lawan dari sifat ini adalah takabur atau sombong. Orang yang memiliki sikap rendah hati tidak memandang rendah dirinya dari orang lain, sementara orang yang sombong memiliki sikap terlalu berlebihan dalam menghargai dirinya sendiri. Rendah hati tidak sama dengan rendah diri karena rendah diri memiliki makna kehilangan kepercayaan diri. Sekalipun dalam realitanya orang yang rendah hati cenderung merendah dihadapan orang lain, dirinya tidak mau dilebih – lebihkan atas kemampuannya atau hal lainnya dihadapan orang lain, sikap ini bukan datang dari rasa tidak percaya diri akan tetapi sikap tersebut lahir kerendahan hati.
Manusia merupakan makhluk lemah yang tidak berarti apa – apa dihadapan Allah, ia makhluk yang membutuhkan sandaran terhadap Allah, manusia membutuhkan karuna, rahmat dari Allah, tanpa hal tersebut manusia tidak akan bertahan hidup bahkan tidak akan pernahan bisa berdiri di atas permukaan bumi.
Orang yang tawadhu menyadari betul bahwa setiap yang dimilikinya, baik berupa fisik yang baik, bentuk rupa yang cantik atau tampan, ilmu pengetahuan, harta kekayaan, maupun pangkat dan kedudukan dan lain sebagainya, ia menyadari bahwa semua itu adalah karunia Allah, dan tidak menyombongkan apa yang ia memiliki, Allah berfirman
وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ ٱللَّهِ ۖ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ ٱلضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْـَٔرُونَ
Artinya: Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. (An – Nahl : 53)
Memiliki sikap tawadhu tidak akan membuat seseorang itu menjadi rendah derajatnya, akan tetapi sebaliknya dia akan dihormati dan dihargai. Orang – orang akan senang dan tidak ragu bergaul dan berteman dengannya, bahkan lebih dari itu derajatnya dihadapan Allah semakin tinggi. Dalam sebuah hadis nabi disebutkan “Tawadhu tidak ada yang bertambah bagi seorang hamba kecuali ketinggian (derajat). Oleh sebab itu tawadhulah kamu , niscaya Allah akan meninggikan derajatmu” (HR. Dailami).
Selain Allah mengangat deraja seseorang yang rendah hati, Allah juga akan memasukkannya menjadi kelompok hamba yang mendapatkan kasih sayang dari Allah sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Furqon ayat 63.
Adapun contoh dari perilaku tawadhu antara lain, tidak menonjolkan diri dari orang – orang yang statusnya sama kecuali apabila sikap tersebut menimbulkan kerugian bagi agama atau umat Islam, bergaul dengan orang awam dan bersikap ramah serta tidak memandang rendah mereka, mau mengunjungi orang lain walaupun dengan status lebih rendah, tidak makan dan minum berlebihan serta berpakaian dengan tujuan memamerkan kemegahan dan kesombongan.
(disarikan dari buku kuliah akhlak karya Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas Lc., MA. dengan penyesuaian)
Nurul Wijaksono
(Anggota bidang BPK PD PM Kota Yogyakarta)