Pentingnya Mengolah Sampah di Kepala Menjadi Tulisan
Sampah hanya akan menjadi sampah hanya karena dia tidak berada di tong sampah.
Kalau sampah diletakkan ditempat sampah, dia menjadi barang habis pakai. Kadang dia berubah menjadi barang bekas yang dijual, lalu kita akan mengenal Sentir di Jogja atau thrifting, istilah baju dan sepatu bekas yang sedang marak. Atau dia menjadi karya seni di tangan seniman atau menjadi bahan daur ulang. Hanya karena sesuatu tidak diberdayakan dan tidak diletakkan pada tempatnya dia kehilangan daya guna dan nilainya. Begitupun ide, dia hanya akan menjadi masalah jika ide tidak dituangkan atau tidak segera dijadikan bentuk, dalam hal karya. Segala sesuatu yang hanya menjadi wacana, dia tetap bernama omong kosong yang hilang sehabis kopi tinggal ampas.
Ide adalah produk pikiran yang jika dibiarkan hanya jadi penyakit pikiran. Ada orang yang hanya sebatas menyampaikan ide seperti curhat pada teman atau hanya ditumpuk di komputer yang tak ubahnya menjadi spam. Stagnya ide akan berpengaruh kepada stagnya keilmuan dan stag pula pada pemahaman ke hal yang lain. Dia hanya berputar-putar disitu dan membuat pusing belaka.
Banyak cara membuat ide itu bernilai, jika tukang kayu akan menjadikan ide dalam bentuk meja, kursi dll, penulis akan membungkus ide dengan menulis, baik puisi, prosa atau bentuk yang lainnya. Paling tidak dia tidak berada di kepala dan kita bisa lihat isi kepala kita dalam bentuk karya. Menulis tidak hanya bisa menghasilkan uang tapi akan menjadi terapi bagi penulisnya. Menulis seperti mengeluarkan sampah dalam pikiran dan alangkah bahagianya penulis melihat sampah menjadi bentuk yang cantik dari hasil keringatnya sendiri.
Untuk mendapatkan keuntungan dari karya yang dihasilkan, kita harus memandang ide tidak hanya sebatas pemikiran yang dituangkan dalam bentuk karya. Kita perlu memperlakukan ide dengan tenang, teliti, sabar dan dibebaskan supaya tidak monoton. Tentu saja butuh proses dan ketekunan, inilah yang akan menentukan nilai ide itu sendiri. Baik buruknya karya yang dihasilkan, tidak lepas dari usaha penulis dalam bergetih-getih mengolah karyanya.
Karya yang mendapatkan perhatian penuh oleh penulis, biasanya menghasilkan karya yang kaya dengan perspektif luas. Ia memiliki kedalam makna dalam setiap kata yang dihasilkan. Saya sangat setuju dengan istilah “proses tidak menghianati hasil”. Jika ide diolah dengan maksimal, tidak hanya bermanfaat bagi orang banyak tapi juga akan membuat penulisnya memiliki napas panjang atas karya yang dilahirkan.
Menulis akan membuat kita haus dengan gagasan lain, itulah kenapa dia akan membaca.
Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu bahan menulis adalah membaca, membaca buku, membaca sekitar, membaca masa lalu, membaca kemungkin dan membaca lainnya. Dengan menulis kita akan menjadi peduli pada hal-hal kecil. Kita akan mulai memperhatikan yang diabaikannya selama ini. Dengan begitu kita terhindar dari pikiran-pikiran dan pembicaraan tidak penting dan bisa saja hal tidak penting menjadi penting untuk kemudian menjadi ide tulisan.
Begitulah cara penulis menajamkan gagasannya. Pelan-pelan dia akan mengkonfirmasi apa yang diterima, dengan cara melihat buku, kondisi dilapangkan, juga melihat lagi masa lalu. Segalanya mengalir, membentuk karakter kita sesuai dengan apa yang dibaca. Kita akan lebih tenang menghadapi masalah, isu yang beredar dan lebih dewasa. Sekali lagi semua butuh kesadaran pentingnya mengolah ide menjadi tulisan dan perjuangan yang tak pernah tua.
Stephen King pernah berkata, untuk menjadi penulis, yang dibutuhkan hanyalah kemauan keras untuk menulis dan kemudian mempraktikkannya, orang yang hanya mempunyai kemauan untuk menulis, namun tidak pernah melakukannya, maka ia sama saja dengan bermimpi untuk memiliki mobil, tanpa ada usaha dan kerja keras untuk memilikinya.
Biodata Singkat
Sule Subaweh bekerja di UAD dan pendiri Komunitas Sastra Jejak Imaji. Kumpulan cerpennya “Bedak dalam Pasir” terbit 2017. Cerpen keduanya terbit 2022 di Diva Press.